Penghormatan Alam dan Leluhur dalam Ritual Maccera Tappareng Masyarakat Bugis Sidrap

KABAR ZODIAC.COM, SIDRAP - Sebelum Islam menyebar luas di Sulawesi Selatan pada abad ke-17, masyarakat Bugis menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Mereka meyakini bahwa alam semesta terbagi menjadi tiga dunia: Botinglangi (dunia atas), Alekawa (dunia tengah), dan Paratiwi (dunia bawah). 

Setiap dunia ini dihuni oleh dewa-dewa dan roh leluhur yang dianggap memiliki pengaruh besar terhadap kesejahteraan manusia. 

Salah satu cara menjaga keseimbangan antara manusia dan alam adalah dengan mengadakan upacara persembahan yang dipimpin oleh seorang pemuka agama tradisional, yaitu bissu atau sanro.

Salah satu ritual yang paling sakral dan masih terus dilestarikan hingga saat ini adalah Maccera’ Tappateng, yang berarti "penyucian danau". 

Ritual ini terus diadakan di Dusun Lasilottong, Desa Mojong, Kecamatan Watang Sidenreng, Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan, dan menjadi tradisi tahunan bagi masyarakat nelayan yang tinggal di sekitar Danau Sidenreng.

Masyarakat Bugis percaya bahwa danau tersebut adalah pintu menuju dunia bawah atau Paratiwi, tempat bersemayamnya para dewa. Oleh karena itu, penghuni Paratiwi harus diberi penghormatan agar tidak mendatangkan malapetaka. 

Pada hari-hari tertentu, seluruh komunitas berkumpul di tepi danau, dipimpin oleh para pemuka adat. 

Dengan perahu, mereka mendatangi titik-titik tertentu di danau untuk memberikan persembahan berupa hewan kurban, hasil bumi, dan sesaji lainnya. 

Tujuan utama dari ritual ini adalah untuk menyucikan danau serta memohon keberkahan, khususnya agar hasil tangkapan ikan menjadi melimpah dan masyarakat sekitar terhindar dari bencana.

Prosesi Maccera’ Tappateng diiringi oleh tabuhan gendang tradisional, dengan irama yang memiliki makna tersendiri. 

Ada pula aturan ketat yang harus dipatuhi oleh para nelayan, seperti menjaga ekosistem danau serta menghindari tindakan-tindakan yang dapat merusak lingkungan. 

Ritual ini juga menjadi simbol kohesi sosial, mempererat ikatan antar anggota masyarakat, dan menjaga warisan budaya leluhur yang telah diwariskan turun-temurun.

Maccera’ Tappareng bukan sekadar ritual adat, melainkan juga sebuah pengingat akan pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia dan alam. 

Masyarakat Bugis percaya bahwa hubungan harmonis dengan alam adalah kunci untuk mendapatkan keberkahan dan kesejahteraan di masa depan. 

Meski Islam kini menjadi agama mayoritas di wilayah tersebut, tradisi-tradisi kuno yang penuh makna seperti Maccera’ Tappateng tetap dihormati dan dijaga sebagai bagian dari identitas budaya masyarakat Bugis.(win)



Topik Terkait

Baca Juga :